(0275) 2974 127
Sebagai pengguna Internet, kita semua tahu bahwa kejahatan online adalah hal biasa dan dampaknya sangat besar.Sama seperti di dunia nyata, kejahatan online tidak terlalu memberikan banyak perbedaan. Misalnya saja, ada kasus pembajakan di dunia nyata. Sedangkan di dunia online, Anda juga bisa bertemu dengannya namun dengan mode yang berbeda.
Kejahatan ini disebut Cybersquatting. Jika Anda pernah mendengar kejahatan seperti penipuan atau rekayasa sosial, kini ada metode penyalahgunaan hak cipta lainnya. Bagi mereka yang memiliki bisnis besar atau influencer, serangan siber tentu saja akan merugikan Anda. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara menghindari cybersquatting.
Cybersquatting adalah kejahatan perampasan nama domain merek dagang tertentu oleh pihak yang tidak berwenang, sering kali digunakan untuk dijual kembali ke pihak lain untuk tujuan material atau kriminal. Kejahatan ini sering terjadi dalam konteks kepemilikan nama domain, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi pemilik nama domain terdaftar. Para pelaku cybersquatting sering disebut dengan istilah cybersquatters. Dalam praktiknya, cybersquatting sering kali melibatkan merek-merek terkenal atau nama-nama individu dan organisasi nirlaba yang melakukan aktivitasnya melalui Internet.
Nama domain adalah alamat di jaringan Internet, di Internet digunakan untuk memudahkan pengguna dan mengingat nama server yang ingin diakses. Penggunaan nama domain semakin digalakkan dan nama domain menjadi bagian dari identitas seseorang atau suatu badan usaha. Dapat disimpulkan bahwa nama domain dalam penggunaannya telah menjadi bagian dari alat komunikasi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi dirinya, produknya dan seluruh aktivitas dan fungsinya sebagai sarana bantuan dalam transaksi komersial.
Nama domain biasanya diperjualbelikan dengan bebas di Internet dengan status sewa tahunan. Nama domain sendiri memiliki identifikasi eksistensi/akhiran sendiri tergantung pada preferensi situs dan lokasinya. Misalnya nama domain yang eksistensinya internasional adalah com, net, org, info, biz, name, ws. Dan contoh domain yang ada di Indonesia adalah co.id (untuk domain website perusahaan), ac.id (domain website pendidikan), go.id (untuk website instansi pemerintah) or.id (domain website organisasi).
Dalam perkembangannya, penyalahgunaan nama domain sering muncul dan menimbulkan konflik dalam dunia bisnis, khususnya cybersquatting yang terutama terkait dengan aktivitas e-commerce. E-commerce adalah suatu sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di Internet. E-commerce juga menjadi warna baru dalam dunia perdagangan, dimana kegiatan bisnis berlangsung secara elektronik dan online.
Sejarah cybersquatting dimulai pada tahun 1985 ketika internet ditemukan dan digunakan secara luas. Pada awalnya, banyak orang membeli nama domain yang terlihat seperti merek dagang atau nama familiar lainnya dengan harapan dapat dijual kepada pemilik aslinya atau digunakan untuk mendapatkan keuntungan lain.
Namun, dengan semakin populernya Internet, banyak bisnis mulai menyadari pentingnya memiliki nama domain yang mencerminkan merek mereka. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan membeli nama domain yang terkait dengannya sesegera mungkin dan melakukan upaya untuk mencegah cybersquatting.
Pada tahun 1999, ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers) didirikan untuk mengelola dan mengatur pendaftaran nama domain. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak undang-undang dan peraturan baru yang diberlakukan untuk membatasi dan menghukum pencurian dunia maya. Namun, meski banyak upaya untuk mencegah pembajakan dunia maya, praktik tersebut masih terus berlanjut hingga saat ini, terutama karena semakin banyak orang yang mencari keuntungan dari semakin meluasnya penggunaan Internet.
Cybersquatting bekerja dengan membeli nama domain yang mirip dengan merek terkenal atau nama terkenal lainnya. Mereka kemudian akan menjual nama domain tersebut kepada pemilik merek dagang asli atau menggunakannya untuk tujuan lain, seperti mengarahkan pengunjung ke situs web lain atau mengambil informasi pribadi dari pengunjung.
Cybersquatter dapat dengan mudah membeli nama domain melalui pendaftar nama domain, yang menyediakan fungsionalitas pendaftaran nama domain. Setelah membeli nama domain, mereka dapat menjualnya kepada pemilik merek asli atau menggunakannya untuk tujuan lain.
Dalam beberapa kasus, cybersquatter juga dapat menggunakan nama domain untuk mengarahkan pengunjung ke situs web yang berisi spam atau virus, atau untuk mendapatkan informasi pribadi dari pengunjung. Oleh karena itu, penerapan cybersquatting sangat merugikan pemilik merek dan pengguna internet pada umumnya.
Sekilas, cybersquatting “hanya” mencakup pendaftaran nama domain. Namun secara keseluruhan, cybersquatting dapat memiliki dampak yang sangat merugikan bagi pemilik merek dagang, termasuk kerugian finansial, reputasi, dan hak atas merek dagang. Oleh karena itu, penting bagi pemilik merek dagang untuk mencegah dan mengatasi tindakan cybersquatting secepat mungkin. Adapun dampak cybersquatting adalah sebagai berikut:
Reputasi adalah gambaran atau cara orang (masyarakat) memandang Anda, dalam hal ini merek atau bisnis. Cybersquatting dapat menyebabkan kerusakan reputasi karena pelakunya dapat menyalahgunakan nama domain terdaftar untuk melakukan kejahatan seperti phishing, distribusi malware, dan kejahatan lainnya atas nama pihak target.
Karena satu-satunya solusi yang tersisa adalah membeli nama domain lagi, Anda harus membayar biaya yang tinggi untuk ini. Tak heran jika ada yang menjual nama domain dengan harga menarik. Karena nama domain dijual dengan harga tinggi, biasanya ada beberapa alasan karena termasuk domain premium yang unik atau identik dengan suatu brand. Sebagai korban, mau tidak mau harus membayar berkali-kali lipat hanya untuk mendapatkan nama domain tersebut. Jadi uang yang perlu dialokasikan untuk aspek lain justru akan digunakan untuk menyelesaikan masalah domain.
Pemilik merek dagang mereka sedang menangani masalah cybersquatting yang terjadi, sementara mereka mungkin harus memperlambat bisnis mereka.
Apabila pemilik merek dagang tidak melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi cybersquatting, mereka mungkin kehilangan hak atas merek dagang. Maka harus sangat berhati-hati dalam menangani hal tersebut.
Cybersquatting dapat menimbulkan kebingungan dan kehilangan kepercayaan pelanggan karena mereka tidak dapat menemukan situs web yang sesuai dengan merek dagang yang mereka cari.
Sebagai contoh kasus cybersquatting di Indonesia, pada tahun 2010, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melaporkan kasus cybersquatting pada website yang menggunakan nama domain Telkom.co.id. Situs web ini mengarahkan pengunjung ke situs web yang berisi informasi dan iklan yang tidak relevan.
Pada tahun 2013, Central Asia Bank (BCA) juga melaporkan kasus cybersquatting yang menargetkan situs web dengan domain BCA.co.id. Website tersebut mengarahkan pengunjung ke website yang berisi informasi dan produk yang tidak berhubungan dengan BCA.
Kasus cybersquatting juga terjadi di beberapa brand ternama lainnya, seperti Indosat, Garuda Indonesia, dan BRI. Dalam beberapa kasus, pemilik merek dagang memenangkan gugatan melalui jalur hukum, sementara dalam kasus lain, merek tersebut membeli nama domain milik cybersquatter.
Cara Memonetisasi Blog – Menulis blog pribadi bukan lagi sekedar hobi, kegiatan ini menawarkan peluang…
Membuat blog adalah salah satu cara terbaik untuk berbagi cerita dan kisah Anda sambil terhubung…
Pada artikel ini, kami merekomendasikan beberapa contoh desain web terbaik untuk menginspirasi Anda. Dari contoh…
LMS adalah singkatan dari Learning Management System dan merupakan suatu bentuk aplikasi perangkat lunak yang…
Situs web yang dirancang dengan baik dapat membantu menarik pengunjung, meningkatkan kredibilitas perusahaan Anda, dan…
Instansi pendidikan termasuk pihak yang paling terkena dampak pandemi virus covid-19 pada tahun 2020 lalu.…