Kenali Model Bisnis D2C, Keunggulan, dan Kelemahannya
Saat memulai bisnis, mungkin anda bingung harus mendistribusikan produk anda kemana. Jangan khawatir, anda bisa berjualan tanpa bantuan distributor atau perantara. Hal ini bisa dilakukan dengan model bisnis Direct-to-Consumer (D2C).
Kenapa anda perlu mempelajari model bisnis ini?
Di tengah wabah virus corona, banyak sekali bisnis yang harus tutup karena anjuran social distancing. Sebagian di antaranya adalah bisnis-bisnis di sektor retail yang penjualannya anjlok hingga 95%.
Bayangkan jika seluruh stok produk anda bergantung pada penjualan toko retail. Bisnis anda sudah pasti akan terkena imbasnya juga kan?
Lain halnya jika anda menggunakan model bisnis D2C. Dengan model ini anda yang menguasai stok. Sehingga penjualan produk anda tidak akan terpengaruh oleh situasi bisnis distributor atau perantara.
Apa Itu Model Bisnis D2C?
D2C adalah model bisnis untuk melakukan penjualan tanpa perantara. Sederhananya, bisnis anda yang memproduksi, mengemas, dan mengirimkan produk tanpa campur tangan pihak ketiga. Nah, yang dimaksud dengan perantara bisa bermacam-macam. Mulai dari reseller, dropshipper, hingga toko retail seperti minimarket.
Tanpa adanya perantara, anda bisa memasarkan produk melalui channel yang anda miliki sendiri. Mulai dari website, akun sosial media, hingga toko fisik. Jadi, bisnis anda akan terhubung langsung dengan konsumen.
Tapi apakah D2C adalah model bisnis yang ideal?
Belum tentu. Semuanya bergantung dari jenis bisnis anda, industrinya, dan juga tujuan pemasarannya. Sebagai perbandingan, anda juga bisa mempelajari model bisnis lain, seperti B2B, B2C, atau C2C.
Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri, ada manfaat-manfaat tertentu yang bisa anda nikmati dengan mengaplikasikan model bisnis D2C. Kita akan membahasnya lebih detail di bagian selanjutnya.
Keunggulan Model Bisnis D2C
Beberapa keunggulan D2C telah dijelaskan secara singkat di atas. Seperti kemudahan dalam pengelolaan penjualan dan juga stok. Sekarang, kami akan menjelaskan beberapa manfaat lain yang bisa anda dapatkan dengan model bisnis D2C :
1. Mendapat lebih banyak keuntungan
Dengan menjual produk sendiri, anda bebas menentukan harga produk anda di pasaran. Jika dibantu perantara, tentu harga produk anda di pasaran akan naik. Karena perantara harus meningkatkan harganya untuk mendapat margin keuntungan.
Contoh sederhananya seperti ini. Misalkan harga pokok produk anda adalah Rp 5.000, lalu anda menjualnya langsung ke pasaran sebesar Rp 15.000. Berarti anda mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10.000 per produk.
Lalu, anda ingin menggunakan jasa reseller. Misalkan keuntungan yang ingin diambil oleh reseller adalah Rp 5.000 per produk. Berarti harga produk anda di pasaran menjadi Rp 20.000 (Rp 15.000 + Rp 5.000). Lebih mahal Rp 5.000 dari harga biasa.
Harga yang lebih mahal berpotensi mengurangi minat konsumen. Dalam kasus ini, bisa jadi anda perlu mengurangi margin keuntungan anda sendiri untuk menurunkan harganya.
Anda tidak akan mengalami masalah ini dengan model bisnis D2C. Karena anda dapat menjual produk anda dengan harga yang lebih murah, dan margin keuntungan yang lebih besar.
2. Mengidentifikasi data konsumen
Dengan menggunakan perantara, anda akan kesulitan untuk mendapat data tentang konsumen secara langsung. Justru perantara lah yang akan mengetahui seluruh informasi tentang konsumen anda. Karena model bisnis D2C memungkinkan bisnis anda untuk terhubung langsung dengan konsumen, mengumpulkan data mereka pun jadi lebih mudah.
Ada dua jenis data yang bisa anda identifikasi, yaitu :
- Karakteristik konsumen
Data ini terdiri dari demografis (umur, gender, lokasi domisili, dll) dan psikografis (preferensi, gaya hidup, dll).
- Perilaku konsumen
Data ini menjelaskan berbagai hal terkait kebiasaan konsumen yang mengarah ke pembelian. Contohnya, anda dapat menggunakan fitur heatmap untuk mengetahui titik-titik di website anda yang potensial untuk diklik konsumen.
Cara mendapatkan karakteristik konsumen tergantung dari platform yang anda gunakan. Jika menggunakan website, datanya bisa diambil dari Google Analytics. Atau jika menggunakan akun sosial media, datanya bisa didapat dari fitur seperti Instagram Insight atau Faacebook Analytics.
Untuk mengidentifikasi perilaku konsumen, anda bisa mencoba fitur AI Heatmap dari Zyro. Fitur ini dapat menghasilkan peta heatmap halaman website berdasarkan analisis perilaku konsumen. Jadi, anda tinggal menyesuaikan tampilan website anda dengan hasilnya.
Ini penting, karena anda tentu tidak bisa mengidentifikasi data dan melakukan penyesuaian di website atau platform distributor, kan?
3. Bebas menentukan cara penawaran produk
Penjualan via online marketplace atau website perantara akan membatasi kreativitas anda dalam melakukan penawaran. Karena anda harus mengikuti aturan yang ada di platform atau website tersebut. Terutama dalam hal input produk.
Sebaliknya, jika anda menjual produk di platform sendiri, anda bebas menentukan cara menawarkan produk.
Contohnya, IKEA menawarkan produknya dengan konsep “Shop the Look”. Jadi, mereka menampilkan beberapa ide interior rumah, lalu konsumen tinggal memilih furniture berdasarkan interior yang mereka suka. Tentu konsep seperti ini sulit diaplikasikan di platform distributor.
Contoh lainnya, koran The New York Times menyajikan fitur “Buku Resep Pribadi” untuk para pembaca segmen kuliner yang ingin menyimpan resep favorit mereka.
Dari sini anda sudah bisa melihat polanya. Dengan menjual produk secara langsung di platform anda sendiri, anda dapat memberikan penawaran yang lebih menarik untuk konsumen.
4. Lebih dekat dengan konsumen
Kedekatan dengan konsumen akan memudahkan anda untuk membangun hubungan dengan mereka.
Contohnya, anda bisa berinteraksi langsung dengan calon konsumen di website atau akun media sosial bisnis anda. Selain itu, anda juga dapat menampilkan style brand anda dengan lebih leluasa di sana.
Lain halnya jika anda menjual via distributor. Saat melakukan pembelian dari reseller atau dropshipper, konsumen hanya akan melihat produk anda, bukan karakter brand anda.
Sedangkan model D2C memungkinkan anda untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan jangka panjang dengan para konsumen. Tidak hanya itu, anda bebas menentukan gaya promosinya juga.
Kelemahan Model Bisnis D2C
Sebelum mencoba model bisnis D2C, Tentu anda perlu tahu berbagai tantangan yang mesti anda hadapi. Berikut adalah beberapa kelemahan D2C :
1. Mengatur alur pasokan sendiri
Alur pasokan (supply chain) adalah proses perjalanan produk, mulai dari produksi, pengemasan, hingga pengiriman. Tanpa bantuan perantara, semuanya harus dilakukan sendiri. Oleh karena itu, di awal pelaksanaannya mungkin anda akan merasa kewalahan. Karena anda tidak lagi fokus pada produksi dan penjualan saja, tapi juga proses distribusinya.
Contohnya, ketika membuat website toko online, anda mesti berpikir tentang tampilan websitenya. produknya, kemasannya, cara memasarkannya, metode pembayarannya, hingga prosedur pengirimannya.
Berbeda jika anda menyimpan produk anda di online marketplace seperti Tokopedia atau Bukalapak. Anda tinggal input produk sesuai dengan instruksinya, dan selesai.
2. Perlu persiapan panjang
Melanjutkan dari poin sebelumnya, anda perlu persiapan panjang untuk mengatur seluruh alur pasokan.
Dengan kata lain, anda harus meluangkan waktu untuk belajar, melakukan percobaan, hingga mengimplementasikan alur pasokan bisnis anda.
Tentu proses ini tidak perlu anda lewati jika dibantu oleh perantara. Karena semuanya sudah dicover oleh mereka. Oleh karena itu, model D2C akan menjadi pilihan yang cukup sulit bila anda baru mulai berbisnis.
3. Menghadapi konsumen secara langsung
Karena anda berhubungan langsung dengan konsumen, anda harus tahu cara menghadapi mereka. Khususnya ketika mereka mengajukan komplain.
Di sini anda perlu berperan seperti customer service. Di mana anda mesti berempati dengan konsumen, dan menyediakan solusi yang tepat dengan ramah. Selain itu, jenis komplain yang perlu anda tangani pun bisa bermacam-macam. Mulai dari masalah produk, pengemasan, hingga masalah pengiriman.
Di sisi lain, perantara dapat berfungsi sebagai penghubung jika ada konsumen memberi komplain.